Senin, 11 November 2013

KALIMAT EFEKTIF DAN KALIMAT LANJUTAN

KALIMAT EFEKTIF

Kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan penulis / pembicara dan dipahami sama oleh pembaca atau pendengarnya. Ada pula yang mengartikan bahwa kalimat efektif adalah yang benar (baku), jelas, dan lengkap serta mudah dipahami oleh pembaca atau pendengarnya.
Adapun syarat kalimat efektif adalah : (1) kesatuan gagasan, (2) kepaduan unsur, (3) keparalelan bentuk, (4) ketepatan makna, (5) kehematan kata, dan (6) kelogisan bahasa.

1. Kesatuan Gagasan 
Kesatuan gagasan adalah adanya satu ide pokok dalam sebuah kalimat. Kesatuan ide dalam kalimat ditandai oleh keberadaan S dan P. Kesatuan tersebut bisa saja hanya satu ide pokok (dalam kalimat tunggal) atau beberapa ide pokok namun tetap dalam satu ikatan ide pokok besar yang saling berhubungan (dalam kalimat majemuk). Yang tidak dibenarkan adalah menggabungkan dua kesatuan ide yang tidak mempunyai hubungan sama sekali ke dalam sebuah kalimat.



Kalimat yang tidak jelas kesatuan gagasannya: 
(1) Pembangunan gedung sekolah itu kami dibantu oleh Komite Sekolah.
      (terdapat subjek ganda dalam kalimat tunggal)
(2) Di Jakarta membangun gedung pencakar langit.
     (tidak jelas siapa yang membangun gedung pencakar langit)
(3) Berdasarkan agenda sekretaris manajer personalia akan memberikan

      gaji ke-13 bulan ini.
     (tidak jelas siapa yang akan memberikan gaji ke-13 bulan ini).

Perbaikannya :
(1a) Dalam pembangunan gedung sekolah itu kami dibantu oleh Komite 
        Sekolah.
(2a) Jakarta membangun gedung pencakar langit.
(3a) Berdasarkan agenda sekretaris, manajer personalia akan memberikan 
       gaji ke-13 bulan ini.

2. Kepaduan Unsur (Koherensi)
Koherensi adalah hubungan yang padu antara unsur-unsur pembentuk kalimat. Unsur-unsur pembentuk kalimat itu meliputi kata, frase, tanda baca, intonasi, serta strukturnya (S-P-O-Pel-K).

Kalimat yang tidak koheren :
(4) Kepada setiap pengendara motor harus memiliki SIM C.
     (tidak memiliki subjek yang jelas)
(5) Saya punya mobil baru saja diperbaiki.
     (struktur kalimatnya rancu)
(6) Tentang usulan itu mendapat dukungan dari masyarakat.
      (unsur SPOK tidak berkaitan erat)

Kalimat yang koheren :
(4a) Setiap pengendara motor harus memiliki SIM C.
(5a) Saya punya mobil baru saja diperbaiki.
(6a) Tentang usulan itu mendapat dukungan dari masyarakat.

3. Keparalelan Bentuk (Paralelisme) Kesejajaran bentuk atau paralelisme adalah penggunaan unsur-unsur dalam kalimat yang sama polanya, sama susunannya, atau sama urutannya. Bila unsur pertama (kata atau frase) berupa kata benda maka unsur berikutnya juga kata benda, bila unsur pertama berawalan di- maka unsur berikutnya juga berawalan di- dan sebagainya.
Contoh penggunaan paralelisme yang salah :
(1) Kegiatan di perpustakaan meliputi pembelian buku, membuat katalog, 
     dan buku-buku diberi label.
(2) Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha?
(3) Demikianlah agar ibu maklum, dan atas perhatiannya saya ucapkan 
      terima kasih.
(4) Dalam musyawarah itu diputuskan tiga hal pokok, yaitu peningkatan 
      mutu produk, memperbanyak waktu penyiaran iklan, dan pemasaran 
      yang lebih gencar.

Perbaikannya :
(7a) Kegiatan di perpustakaan meliputi pembelian buku, pembuatan katalog, 
       dan pelabelan buku-buku.
(8a) Kakakmu sebagai dosen ataukah sebagai pengusaha?
(9a) Demikianlah agar Ibu maklum, dan atas perhatian Ibu, saya ucapkan 
        terima kasih.
(10a) Dalam musyawarah itu diputuskan tiga hal pokok, yaitu meningkatkan 
          mutu produk, meninggikan frekuensi iklan, dan menggencarkan pemasaran.

4. Ketegasan Makna
Ketegasan makna disebut juga penekanan makna, yaitu memberikan penekanan khusus terhadap kata atau frase dalam kalimat sehingga maknanya menjadi lebih jelas. Untuk itu dapat dilakukan beberapa cara yaitu :
(a) Kata yang ditekankan diletakkan di awal kalimat
Contoh :
(5) Pada setiap bulan Januari kita mengadakan studi kenal alam lingkungan.
(6) Mereka yang bertanggung jawab terhadap kecelakaan itu.
(7) Pantun puisi asli Indonesia.
(b) Pengulangan kata (repetisi) 
Contoh :
(8) Saya senang melihat senang melihat kalian sukses; saya senang melihat kalian hidup makmur; dan saya juga senang melihat kalian hidup dalam ketakwaan terhadap Tuhan Yang Mahakuasa.
(9) Kita harus memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahannkan kemerdekaan, karena kemerdekaan dapat menghantarkan kepada jembatan emas kemakmuran semua.
(c) Mempertentangkan kata atau ide yang ditonjolkan 
(10) Hidup keluargamu sangat kaya, mengapa hidupmu sangat miskin.
(11) Tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin harus bersama-sama datang 
        ke pertemuan kita.
(d) Menggunakan partikel penegas 
(12) Jangankan kerja keras, mati pun akan saya perjuangkan demi keluarga.
(13) Sayalah yang harus bertanggung jawab pada masalah itu.

5. Kehematan Kata 
Kehematan kata berarti menghindari penggunaan kata-kata yang mubazir, termasuk juga frase dan unsur-unsur lain yang tidak perlu. Misalnya pengulangan kata jamak, penggunaan kata sifat yang berlebihan, dan sejenisnya.
Contoh yang salah
(14) Wajah anak itu sangat amat cantik sekali.
(15) Daftar nama-nama siswa yang mendapat beasiswa sedang diketik.
(16) Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri mereka datang berdua.
(17) Demi untuk kebahagiaan orang tuanya, dia rela dilamar Datuk Maringgih.

Perbaikannya
(20a) Wajah anak itu sangat cantik sekali.
(21a) Daftar nama siswa yang mendapat beasiswa sedang diketik.
(22a) Saya melihatnya mereka datang berdua.
(23a) Demi kebahagiaan orang tuanya, dia rela dilamar Datuk Maringgih.

6. Kelogisan Bahasa
Kelogisan artinya dapat diterima akal sehat. Sebuah kalimat bisa saja sudah benar dari segi struktur bahasa, namun menjadi salah karena tidak logis atau tidak lazim.
Contoh :
(18) Kucing itu sedang dimakan ikan asin.
(seharusnya kucing yang dapat makan ikan asin)
(19) Karena ayahnya dosen, anaknya menjadi santri teladan.
(tidak ada kaitan antara anak dosen dengan santri teladan)
(20) Kepada Bapak Kepala Sekolah, waktu dan tempat kami persilakan.
(waktu dan tempat bukan manusia yang bisa dipersilakan)





KALIMAT TURUNAN :

  1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh: bergeletar, dikelola
  2. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi
  3. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.
  4. Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
  5. Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.
 Secara umum, pembentukan kata turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang ada di atas. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk melengkapi aturan tersebut.

Jenis imbuhan

Jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
    1. Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
    2. Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan -nya
  2. Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
    1. ber-an
    2. di-kan dan di-i
    3. diper-kan dan diper-i
    4. ke-an dan ke-i
    5. me-kan dan me-i
    6. memper-kan dan memper-i
    7. pe-an
    8. per-an
    9. se-an
    10. ter-kan dan ter-i
  3. Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).
    1. Akhiran: -man, -wan, -wati, dan -ita.
    2. Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.

Awalan me-

Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:
  1. tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh → meluluh, me- + makan → memakan.
  2. me-mem-, jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- + baca → membaca, me- + pukul → memukul*, me- + vonis → memvonis, me- + fasilitas + i → memfasilitasi.
  3. me-men-, jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- + datang → mendatang, me- + tiup → meniup*.
  4. me-meng-, jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh: me- + kikis → mengikis*, me- + gotong → menggotong, me- + hias → menghias.
  5. me-menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom → mengebom, me- + tik → mengetik, me- + klik → mengeklik.
  6. me-meny-, jika huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu → menyapu*.
Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat khusus:
  1. Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu → menipu, me- + sapu → menyapu, me- + kira → mengira.
  2. Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- + klarifikasi → mengklarifikasi.
  3. Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing yang belum diserap secara sempurna. Contoh: me- + konversi → mengkonversi.

Aturan khusus

Ada beberapa aturan khusus pembentukan kata turunan, yaitu:
  1. ber- + kerja → bekerja (huruf r dihilangkan)
  2. ber- + ajar → belajar (huruf r digantikan l)
  3. pe + perkosa → pemerkosa (huruf p luluh menjadi m)
  4. pe + perhati → pemerhati (huruf p luluh menjadi m)
 
sumber: http://wacana-bahasa.blogspot.com/2011/11/kalimat-efektif.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_ejaan_dan_penulisan_kata#Penulisan_kata
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar